Katekin teh Indonesia : prospek dan manfaatnya

Intan Ratna Dewi Anjarsari

Abstract


Teh Indonesia dikenal karena memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) tertinggi di dunia Katekin adalah salah satu turunan dari poliphenol yang memiliki khasiat antioxidant yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi kadar katekin adalah varietas dan klon teh,  ketinggian tempat, umur daun, serta jenis petikan.  Dipandang dari sisi kesehatan, makin tinggi katekin berarti makin bermanfaat buat kesehatan. Akan tetapi sebaliknya, ditinjau dari sisi rasa, memiliki perbandingan yang terbalik. Katekin berperan penting di dalam menentukan aroma dan rasa. Katekin merupakan senyawa tidak berwarna dan larut dalam air serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh. Senyawa ini paling penting dalam daun teh karena dapat menentukan kualitas teh dalam pengolahanya. Katekin dalam teh merupakan senyawa kompleks yang tersusun atas epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG), epigalokatekin (EGC), epigalokatekin galat (EGCG), dan galokatekin (GC). Komponen yang mendominasi yaitu epigalokatekin dan epigalokatekin galat. Kandungan katekin berkisar antara 20-30% dari seluruh berat kering daun. Dalam pengolahan, secara langsung atau tidak langsung, perubahan katekin selalu dihubungkan dengan semua sifat teh jadi, yaitu rasa, warna, dan aroma. Katekin yang mendominasi 20% berat kering teh merupakan substansi utama yang menyebabkan teh memenuhi persyaratan sebagai minuman fungsional

 

 

Kata kunci : katekin, poliphenol, minuman fungsional

 


References


Bambang K., dan T. Suhartika .1995. Potensi teh Indonesia ditinjau dari aspek kesehatan. Laporan Hasil Litbang Teknik Produksi dan Pasca Panen Teh dan Kina, 1994/1995.

Bambang, K. 1985. "Adsorpsi bau bunga pada pengolahan teh wangi, pengaruh tingkat penggosongan dan tingkat gulung". Tesis Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada

Diplock A, Aggett PJ, Ashwell M, Bornet F, Fern EB, Roberfroid MB, ed. (1999). "Scientific Concepts of Functional Foods in Europe Consensus Document". Brit. J. Nutr. (Cambridge: Cambridge University Press) 81: pp S1–S27.

Direktorat Jenderal Tanaman Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia (Teh) 2013-2015. Dari http://ditjenbun.pertanian.go.id. Diakses 1 Oktober 2016

Hara Y. (1999). Tea in Japan. Dalam: In Jain N.K. (ed.).Global Advances in Tea Science. Aravali Book International (P) Ltd., New Delhi. p 89-102

Hilal Y and U. Engelhardt. 2007. Characterisation of white tea-comparison to green tea and black tea. J. verbr. Lebensm 2 : 414-421.

Horic H and K Kohata. 1998. Aplication of capillary electrophoresis to tea quality estimation. Journal of Chromatography. 802 : 219-233.

Indarti D , 2015. Outlook Teh. Sekretariat Jenderal Kementeriaan Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian . Dari http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/. Diakses 1 September 2016

Indonesia Investment. 2015. Teh Indonesia. Dari http://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/teh. Diakses 1 Oktober 2016

Karori, S. M., Wachira, F. N., Wanyoko, J. K.and Ngure, R. M.2007. Antioxidant capacity of different types of tea products. African Journal of Biotechnology, Vol.6, p.2287-96,. Dari http://www.academicjournals.org/journal/AJB/article-full-text pdf. Diakses 8 Agustus 2016

Mahanta P.K. dan Baruah S. (1988). Flavour volatiles of assam ctc black teas manufactured from different plucking standard and orthodox teas manufactured from different altitudes of darjeerling. J. Sci. Food Agric. 45: 317-324.

Mitrowihardjo S. 2012. Kandungan katekin dan hasil pucuk beberapa klon teh (Camelia sinensis (L.) O. Kuntze) unggulan pada ketinggian yang berbeda di kebun Pagilaran. Disertasi Program Studi Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian UGM.Yogyakarta.

Nakagawa M (1970). Constituents in tea leaf and their contribution to the taste of green tea liquors. Jpn. Agric. Res. Q. , 5: 43-47.

Owour PO and Obanda M. 1995. Clonal variation individual theaflavin levels and their impact on astringency and sensory evaluations. Food Chemistry 54 : 273-277.

Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung (PPTK) .2006. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh Edisi 3.

Puspita. 2003. Evaluasi Kandungan Total Polifenol dan Aktifitas Antioksidan Minuman Ringan Fungsional Teh-Mengkudu Pada Berbagai Formulasi. Dari http:// mediapangan/23987/kandungantehmengkuduminumanfungsional/65%87965.pdf. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2015).

Santoso J., Rohayati S. dan Dadan R. (2009). Teknologi Pengolahan Produk Teh Berkatekin Tinggi. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung.

Subarna, N. 1990. Analisis ekonomi pengaruh petikan halus, medium, dan kasar pada petikan rata terhadap produktivitas pemetik dan tanaman teh. Prosiding Simposium Teh V Bandung :469-479

Sud and Asha. 2000. Seasonal variations in theaflavins, thearubigins, total colour and brightness of Kangra orthodox tea (Camellia sinensis (L) O Kuntze) in Himachal Pradesh.. Journal of the Science of Food and Agriculture. Volume 80, P 1291–1299.

Syah A.N.A. 2006. Taklukan Penyakit dengan Teh Hijau. Penerbit Agrimedia Pustaka, Jakarta.

Takeda Y. (1994), Differences in caffeine and tannin contents between tea cultivars, and application to tea breeding. Jap. Agric. Res. Quart. 28, 117-123.

Whitehead, D. L., & Temple, C. M. (1992). Rapid method for measuring thearubigins and theaflavins in black tea using C18 absorbent cartridges. Journal of the Science and Food Agriculture, 58:149–152.

Wildman, REC (2001). Handbook of Functional Food and Nutraceuticals. Boca Raton: CRC Press. ISBN 0-8493-8734-5.

Yamamoto, T., Juneja, L. R., Chu, D. C. & Kim, M. (1997). Second Edition. Chemistry and Appliactions of Green Tea. New York: CRC Press



Digital Object Identifier

DOI : https://doi.org/10.24198/kultivasi.v15i2.11871


Dimension Citation Metrics Badge

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Jurnal Kultivasi Indexed by:

       width=    

 

 

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.


View Jurnal Kultivasi Stat